Bagi Anda yang berjiwa enterpreneur tak ada salahnya mencoba bisnis yang satu ini.Contohnya usaha daging babi potong di Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan beromzet Rp2 juta per bulan, menjelang hari natal penjualan babi meningkat drastis, mencapai 3 ton.Usaha babi potong milik Julianto Tumbu (28) di mulai pada tahun 2005, usaha itu dibuka karena sulitnya kondisi ekonomi saat itu.
Awalnya Tumbu bekerja sebagai tukang chainsaw (sinso), namun itu tak mampu memenuhi kebutuhan keluarga meski baru menikah. Ketika melihat babi terpikir olehnya untuk membuka usaha daging potong. Ia nekat menjual chainsaw seharga Rp3,5 juta, itulah modal awal usahanya. Kemudian ia mulai masuk ke daerah Silak Oinan dan Sarereiket untuk membeli babi buat dipotong dibantu 2 orang yang digaji Rp100 ribu per trip. Saat itu ia berhasil membeli babi seberat 600 kilogram dengan harga Rp5 ribu per kilo, babi itu ditawarkannya pada warga, terutama yang mau pesta.
Usahanya berhasil, daging babinya ada yang beli dengan harga saat itu masih Rp7 ribu perkilo, namun sayang orderan saat itu sepi, dalam sebulan babi yang terjual hanya mencapai 200 hingga 300 kilo gram. Keuntungan tak didapat hanya cukup balik modal saja, namun ia tak menyerah sampai di sana. “Saya nyaris putus asa saat itu, namun karena tak ada pekerjaan lain saya tetap bertahan,” katanya. Tahun 2006 usahanya mulai bangkit, pesanan dari warga tambah banyak karena sudah banyak yang tahu bahwa ada usaha babi potong di Muntei. Warga yang tak mau repot mencari babi di hulu memilih membeli babi milik Tumbu karena dekat. Waktu itu harganya sudah Rp8 ribu perkilo. Seiring pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kebutuhan daging babi yang meningkat ditambah dibukanya rumah makan babi di Siberut Selatan, usaha daging babi Tumbu ikut tumbuh karena order meningkat. “Ada yang pesan babi hidup, ada juga yang sudah dipotong,” tuturnya. Tahun 2007 usaha babi potong milik tumbuh mulai menguat, dulunya ia yang mencari babi ke pemilik kini pemilik babi yang datang menawarkan babi kepadanya. Terpikir olehnya untuk membuat kandang penampungan babi agar setiap ada yang mencari, stok daging selalu ada. Harga babi naik menjadi Rp10 ribu per kilo, dalam sebulan daging habis terjual sebanyak 500 kilogram, omzetnya saat itu masih Rp500 ribu per bulan.
Permintaan akan daging yang semakin banyak pada 2008 ternyata dimanfaatkan oleh pemilik babi untuk menaikkan harga, Tumbu terpaksa jual daging seharga Rp15 ribu perkilo. Namun walau harga naik permintaan tak pernah berkurang, daging babi selalu habis, dalam sebulan mencapai 800 kilogram. “Saya sempat kewalahan melayani permintaan karena stok daging selalu habis,” katanya Di tahun 2009 Tumbu mulai memperluas daerah pemasarannya, selama ini ia hanya jual di Siberut Selatan ia perluas ke Tuapeijat. Setiap bulan ia mengirim daging babi ke Tuapeijat sebanyak 4 kali sesuai jadwal kapal antar pulau sebanyak 50 kilo gram dengan harga Rp30 ribu per kilonya. Tapi jika berangkat sendiri ia bisa mengangkut hingga 200 kilogram. Penjualan daging babi semakin meningkat, dalam sebulan babi bisa terjual hingga 1 ton lebih dengan harga Rp17 ribu perkilonya. Keuntungan penjualan babi dalam sebulan mencapai Rp1 juta. Hingga 2010 usaha daging babi milik Tumbu bisa mencapai omzet Rp2 juta. “Hasilnya cukup lumayan memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari,” ujarnya. Ia juga mengatakan permintaan daging babi meningkat tajam pada saat hari raya Natal dan tahun baru, katanya daging bisa habis terjual sampai 3 ton. Namun kalau hari biasa dalam sebulan hanya habis 1,5 ton. “Kecuali ada yang pesta, permintaan daging jadi banyak,” tuturnya. Melihat peluang pasar yang bagus, ke depan ia berniat membuka peternakan babi sendiri sehingga tak harus mengeluh kekurangan stok daging saat permintaan banyak. gsn
Sumber :
http://www.puailiggoubat.com
Temukan hadiah yang unik dan menarik untuk orang-orang terkasih dalam daftar Hadiah Natal Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar